Ceritatetangga.com – TITIN GADIS KEBUMEN. Namaku Titin. Usiaku 19 tahun.
Asal dusun Pancawarna, Kecamatan Alian, kabupaten Kebumen.
Orang bilang wajahku manis. Perawakanku mungil. Tinggiku 148cm. Kulitku cerah sawo matang.
Aku diajari pak Iwan mengetik di komputer dan main internet. Ini cerita nyataku dengan pak Iwan.
Aku cukup rajin menulis diary di buku tulis yang aku beli di Indom*ret dari sejak pertama datang ke Jakarta. Waktu pak Iwan membaca-baca diaryku, beliau minta aku menulis cerita ini di MS Word sebagai kenang-kenangan. Selesai aku ketik pak Iwan mengeditnya supaya menjadi bagus. Supaya seperti cerita novel katanya.
Begini kisahku:
”Tok tok” ketukan khas dua kali merupakan kode dari ”suamiku” pak Iwan. Ini jam 12 waktunya dia pulang ke apartemen untuk ”makan siang”. Dengan cepat aku buka pintu, dia langsung menyerbu masuk dan dengan penuh birahi langsung melumat bibirku. Aku hanya bisa menikmati rengkuhannya yang kuat membuat seluruh badanku menempel di badannya. Sambil menutup pintu dan menguncinya, pak Iwan terus melumat bibirku dan meremas-remas pantatku. Dua tangannya kemudian memegangi kedua pipiku, sambil lidahnya menjulur-julur mencari lidahku. Ooohh… aku sangat menikmati ciuman ini. Telapak tangannya semakin erat memegangi kepalaku di kiri dan kanan sambil menghisap-hisap dan menjilat-jilat lidah dan bibirku bergantian. Aku tak sadar berapa lama ciuman ini berlangsung, tapi sebuah isyarat yang jelas mengakhiri ciuman panas ini, saat pak Iwan menekan kepalaku ke bawah.
Dengan isyarat itu, aku sangat hapal apa yang diinginkannya siang ini. Badanku menuruti dorongan tangannya yang menekan kepalaku ke bawah dan membuatku berlutut. Tanganku langsung membuka ikat pinggang dan kancing celananya, saat resletingnya kutarik ke bawah tercium aroma batang kejantanan pak Iwan yang khas.
Aku kecup batang yang masih terbungkus celana dalam itu dengan lembut, ”Aaagghh…” pak Iwan menengadah masih memegangi kepalaku erat-erat sambil meremas-remas rambutku.
Kutarik celana panjang dan celana dalamnya sebatas lutut. Kemaluan yang tegang itu langsung meloncat keluar mengenai hidungku. ”Agghhh sssh…” dia mendesis saat kujilat bagian di bawah kepala kontolnya. Kulanjutkan dengan jilatan panjang dari pangkal ke atas. Kecupan-kecupan lembut disepanjang batangnya membuatnya mengeluarkan kata-kata yang semakin membuatku bersemangat ”Arggh Tiiin, enak banget sayaaannghhh.. Kamu pinter banget…” Matanya melihat ke arahku, kubalas dengan tatapan sayang sambil menjilati kedua bolanya. Lalu bagian yang paling ia sukai adalah saat aku tak melepaskan pandangan ke arahnya sambil memasukkan batang nikmat itu ke mulut mungilku perlahan-lahan. Kubiarkan sejenak saat hampir seluruh batangnya mendarat di lidahku. Kontolnya berdenyut-denyut di dalam mulutku. Kugoyang-goyangkan lidahku di bawah batangnya, tatapan matanya makin sayang padaku. Aku mulai menggoyang-goyangkan kepalaku, maju mundur, memberikan pelayanan oral pada majikanku. Tangan kiriku meraba-raba bola dan lubang anusnya, dia yang mengajariku. Tangan kananku mengocok batangnya sambil kugoyang-goyangkan kepalaku maju mundur. Makin lama aku makin mempercepat kocokan tangan dan mulutku di kontolnya. Beberapa menit kemudian dia tak tahan lagi, kepalaku dipegangnya erat-erat, sedikit menjambak rambutku. Lalu batang kontolnya yang bergerak-gerak maju mundur sambil menahan kepalaku tetap diam. Aku pasrah, senang bisa membuat pak Iwan senang. Dia sedang menyetubuhi mulut mungilku, kuimbangi dengan goyangan lidah di batangnya. Kedua tanganku memberi rabaan halus pada bolanya. Dua kali dia berhenti dan melesakkan kontolnya dalam-dalam, “deep throat” katanya sewaktu mengajariku mengenai teknik ini ewat video di hpnya. Yang kuperlukan adalah menahan napas dan membuka kerongkongan selebar mungkin. Deepthroat yang kedua ditahannya cukup lama sehingga membuatku tersedak saat berusaha mengambil napas. Dilepasnya kepalaku dan kulanjutkan dengan kecupan dan jilatan. Tampaknya dia sudah mau mengakhiri adegan ini. Direnggutnya lagi rambutku, menahan kepalaku dan menyetubuhi lagi mulut mungilku. Makin lama makin cepat dan makin kasar, bibir dan lidahku mulai pegal dan sedikit baal. Dia mengerang dan mendesah, aku mengimbangi dengan lenguhan. Gerakannya makin cepat, batang kontolnya mulai membengkak dan akhirnya….. ”Cruut crutt croooooot…” spermanya muncrat diiringi kedutan-kedutan kuat disepanjang kontolnya. Tangannya masih menahan kepalaku seolah memastikan aku untuk menghisap dan menelan semuanya. Saat kedutan-kedutannya mulai melemah aku lakukan seperti yang di video yang biasa kami tonton itu, membersihkan kontolnya dengan kuluman dan hisapan. ”Hhhhh..hhh…” diapun menghela napas penuh kepuasan. Aku bahagia saat dia tersenyum menatapku, mengusap-usap rambutku lalu membungkuk, memberiku ciuman lembut yang panjang. Aku terpejam saat dia mengecup keningku sambil berbisik ”I love you.” ”Aku jga mencintaimu pak” bisikku dalam hati.
******************
Meskipun aku berasal dari dusun di Kebumen, tapi parasku manis. Ini bukan sok cantik ya, tapi dulu aku memang kembang SMPku, dan setelah aku kerja di Jakarta, banyak cowok yang ingin mengenalku karena aku cukup menarik. Aku ga menyangka bakal ketemu pak Iwan yang sekarang ini menjadi… ah bingung aku menyebutnya, dia bukan kekasihku mesikpun aku akan sangat bangga jika dapat mengakuinya sebagai suamiku. Meski aku dinikahi sebagai istri keduapun aku tetap akan bangga. Tapi aku ga berani membayangkannya… karena itu ga mungkin.
Paling ga saat ini aku menikmati keadaanku ini… Entah apa yang nanti aku hadapi, biarlah nanti. Tadinya aku ga menyangka bahwa pak Iwan memendam ketertarikan padaku. Aku pikir ga mungkin beliau naksir aku yg masih berperawakan kecil. Meski usiaku 19 tahun, tapi tubuhku boleh dibilang ga jauh berbeda dengan saat aku kelas 3 SMP.
Tinggiku 148 dan dadaku boleh dibilang rata, hanya menguncup sedikit. Kelebihanku adalah wajahku yang manis dan kulitku yang cerah, sama dengan kulit keluarga pak Iwan yang ningrat dan terawat layaknya orang kota. Salah satu kebanggaanku adalah aku kerap diperlakukan layaknya keluarga oleh keluarga besar pak Iwan. Mereka memuji pak Iwan karena bisa mendapatkan pembantu yang cakep dan bersih. Ibu mertua pak Iwan bahkan selalu mencium pipi kiri-kananku bila kami berkunjung ke rumah beliau. Beliau ga pernah bersikap seperti itu dengan pembantu-pembantu di rumah beliau.
Pak Iwan berperawakan sedang dan berwajah ganteng. Itu yang membuat aku bangga bila diajak beliau pergi ke mana-mana. Sebetulnya akulah yang memendam ketertarikan pada beliau saat pertama kali bersalaman dengannya. ”Wah, majikanku ganteng” ujarku dalam hati. Saat itu aku menggantikan kakak iparku yang telah bekerja menjadi baby sitter putrinya sejak masih bayi hingga berusia hampir 3 tahun. Setelah menikah dengan kakak laki-lakiku, kakak iparku masih bekerja di keluarga pak Iwan dengan jatah cuti setiap akhir pekan untuk kumpul bersama suaminya di rumah petak kontrakan di daerah Mampang. Waktu kakak iparku hamil dan sudah mendekati saatnya melahirkan, pak Iwan menerimaku sebagi gantinya dengan tugas utama mengasuh anaknya dan membersihkan rumah. Semuanya berlangsung wajar-wajar saja selama aku bekerja di keluarga ini. Jujur aku tak pernah menduga akan seperti ini.
Pak Iwan begitu baik, ramah dan menghormati pembantu. Ga pernah bersikap merendahkan dan menganggap seperti keluarga. Kalau meminta selalu mengucapkan ’tolong’ dan ’terima kasih’. Begitu juga dengan ibu Nanda istrinya. Mereka berdua sangat baik. Sikap baik dan hormat mereka berdua membuatku menekan jauh-jauh perasaanku pada pak Iwan. ”Betul-betul ga pantas” pikirku. Meskipun begitu,aku tetap merasa bangga bila ada kesempaan pergi bertiga saja dengan putrinya, dan orang menyangka aku adik pak Iwan atau bahkan kadang aku dikira istrinya. Yang membuatku bangga, Pak Iwan tak pernah terlihat malu jika orang salah sangka dan hanya tersenyum-senyum saja.
Suatu kali ada acara pernikahan adiknya Bu Nanda. Aku bahkan mendapat seragam kebaya dan ikut dirias seperti keluarga mereka. Aku bahkan diajak foto di pelaminan bersama keluarga besar. Aku merasa benar-benar dianggap sebagai anggota keluarga. Namun aku tetap menjaga sikap hormat, tak pernah berpikir kurang ajar. Tetap menempatkan diri sebagai pelayan pada majikan.
Pak Iwan dan bu Nanda memilih tinggal di apartemen di Jakarta Utara. Alasannya karena dekat sekali dengan sekolah Tiara. Hanya 10 menit naik mobil dari apartemen ke sekolah Tiara. Kebetulan kantor pak Iwan dekat sekali dengan sekolah internasional tersebut. Sementara bu Nanda bekerja di perusahaan asing, yang meskipun kantornya jauh di Jakarta Selatan tapi selalu diantar dan dijemput oleh supir kantor.
Mereka juga memiliki bisnis di luar kantor yang kerap membuat mereka harus keluar rumah di malam hari. Tapi mereka adalah orang tua yang perhatian dengan anak. Selalu menyempatkan diri untuk pulang ke rumah dahulu setelah bekerja, bercanda dan bercerita dengan anak mereka. Baru kemudian pergi untuk berbisnis setelah maghrib.
Tiara memiliki kebiasaan tidur yang disiplin, jam 8 selalu sudah masuk ke kamar untuk membaca cerita dan bobo. Oh ya, apartemen mereka hanya memiliki 2 kamar. Jadi Tiara masih tidur sekamar dengan mereka, meski dengan bed terpisah. Sudah menjadi kebiasaanku menemaninya tidur di kamar mereka, sampai bu Nanda membangunkan aku untuk pindah kekamarku sendiri. ”Terima kasih ya Mbak,” bu Nanda dan pak Iwan selalu tak pernah lupa mengucapkan kata itu. Aku sungguh menghormati mereka berdua yang sopan. Tak pernah menyangka kelanjutan kisahku akan seperti ini di keluarga ini.
Saat ini statusku boleh dibilang adalah ”istri di siang hari”. Aku tetap bersikap biasa di sore dan malam hari saat bu Nanda di rumah, namun aku menikmati hubungan ”suami-istri”ku dengan pak Iwan di siang hari. Atau bila beruntung juga di malam hari, saat bu Nanda ada tugas kantor keluar kota. Dari situlah kisah ini berawal, saat bu Nanda tugas keluar kota.
******************************
Suatu hari bu Nanda harus keluar kota cukup lama, 5 hari. Ini bukan pertama kalinya beliau keluar kota. Jadi, aku tak pernah menyangka akan terjadi sesuatu. Seperti biasa aku menemani Tiara bobo, sampai pak Iwan dengan tepukan halus di kaki membangunkan aku untuk pindah. Ia selalu sopan saat membangunkan aku, dan selalu mengucapkan ’terima kasih’. Rasa hormatku pada beliau benar-benar sudah membuat aku melupakan bahwa aku pernah memendam ketertarikanku pada pak Iwan.
Di hari ketiga, pak Iwan kembali harus keluar rumah untuk berbisnis. Aku menemani Tiara bobo seperti biasa. Saat pak Iwan pulang, aku sudah terlelap. Tapi beda dengan biasanya, dia ga menepuk kaki untuk membangunkanku, tapi hanya mengelus kakiku dengan halus sambil menyalakan lampu tidur memberi sedikit penerangan di kamar yang biasanya gelap. Karena caranya yang halus, aku ga langsung terbangun, tapi mengeriap-ngeriapkan mataku. Saat itu aku melihat pak Iwan di dekat gantungan baju, membelakangiku sambil membuka pakaiannya. Aku terkaget, mau bangun merasa ga enak karena dia sudah separuh telanjang. Alhasil,aku cuma bisa pura-pura masih tertidur sambil membuka mata sedikit ingin melihat tubuh pria yang telanjang. Seumur hidup belum pernah aku melihat pria telanjang, apalagi dari dekat seperti ini. Dia masih membelakangiku, menyisakan celana dalam hitam yang dipakainya. Aku mengagumi tubuh pak Iwan yang putih bersih.
Lalu tercekat dan jantungku berdegup kencang saat pak Iwan kemudian melepas celana dalamnya, menunjukkan pantatnya yang putih. Dan semakin kaget saat dia memutar badan berbalik ke arahku. Aku langsung menutup mata rapat-rapat dan mengatur napas. Tiara masih mendengkur pulas di sebelahku. Aku hanya bisa mendengar suara langkahnya mendekat, hingga tiba-tiba kurasakan sentuhan jarinya di rambutku. Dia mengusap dan membelai-belai rambutku. Aku tetap memejamkan mata berusaha terlihat sewajar mungkin. Dia menyentuh pipiku dan aku mulai merasa aneh karena sentuhannya terasa seperti sentuhan sayang. Jantungku berdegup keras menyadari pak Iwan dengan tubuh putihnya sedang telanjang bulat, mengusap-usap pipiku dengan sentuhan sayang. Sentuhannya kemudian beralih ke telingaku, kini aku merasa geli tapi juga sedikit terangsang. Kurasakan puting dadaku yang menguncup mengencang dan aku tak tahan merasakan kedutan aneh di pangkal pahaku. Lalu dia berhenti. Aku berusaha menduga-duga apa yang akan dilakukannya. Aku merasakan tubuh mungil di sampingku terangkat. Kulirik sedikit, rupanya pak Iwan menggendong Tiara dan memindahkannya ke tempat tidur pak Iwan. Aku menelan ludah saat sempat melihat batang kemaluan pak Iwan. Pak Iwan menumpuk bantal dan guling tinggi-tinggi seperti membangun tembok di samping Tiara, ”Oh, apa yang direncanakannya?” pikirku.
Dia lalu memadamkan lampu, dan kembali bergerak ke arahku. Kembali membelai rambutku, mengusap pipi dan telingaku. Lalu kurasakan hembusan napas hangat, di belakang telingaku. Jarinya mengusap pipi dan bergerak menyusuri bibirku, sambil mengecup dan menghembusi daun telingaku. Membuatku teramat geli dan terangsang.
Belum pernah aku merasakan sensasi rasa seperti ini. Aku hanya bisa diam, ga tahu harus berbuat apa. Sentuhannya merambat turun ke leherku, bibirnya masih digesek-gesekkan ke telingaku. Kemudian aku merasakan berat tubuh berbaring di belakangku yang sedang menyamping. Badannya menempel sambil memeluk aku dari belakang. ”Ohh, rasanya sungguh nyaman, bercampur geli, dan terangsang…. tak bisa diucapkan.” Aku dapat merasakan batang kemaluannya yang hangat menempel di pantatku. Aku rasa pak Iwan tahu bahwa aku sudah bangun karena dadaku berdegup sangat kencang. Tangannya mulai meraba perutku, mengusap-usap lembut sambil bibirnya mengecupi belakang telinga dan leherku. ”Ooooh, rasanya tulang-tulangku lemas, tak sanggup menerima rangsangan ini.” Bibirnya pindah ke pipiku, dan mulai mengecup-ngecup sudut bibirku. Tangannya mulai merayap ke atas, hingga aku tak kuasa untuk menahan lenguhan, ”Aahhh” aku mendesah saat jarinya mengusap-usap buah dadaku yang kecil yang masih tertutup BH. Lalu kurasakan kait BHku dilepas dari belakang, dengan pelan ia menekan badanku hingga berbaring menghadap ke atas. Bibirnya bertemu lembut dengan bibirku, menghisapnya pelan, menjilatkan lidahnya, lalu menelusupkan lidahnya bertemu dengan lidahku. Rasanya nikmat sekali saat dia mengulum bibir dan lidahku sambil memasukkan jarinya ke BHku, mengusap-usap putingku bergantian.
Kakiku merapat, menjepit vaginaku yang mulai basah dan berkedut-kedut. Ciumannya berpindah ke leher, saat kedua tangannya mengangkat kaosku ke atas dan menyibakkan BHku. Aku melenguh lagi saat bibirnya mengecup putingku dan lidahnya menari-nari di dadaku. ”Ooohhhhh,” benar-benar kenikmatan yang ga pernah aku rasakan sebelumnya. Tanpa terasa tanganku memegang kepala pak Iwan dan mengusap-usap rambutnya. Lidahnya masih menjilati putingku, waktu tangan kanannya menempel di pangkal pahaku. Rasanya sangat menegangkan. Aku berkeringat. Pelan dia mengusap-usap vaginaku dari luar celana, kemudian kepalanya bergerak menyusuri perutku ke bawah. Menciumi pusarku teramat geli, sambil memelorotkan celanaku ke bawah hingga lepas. Aku jadi cemas, ”Aku masih perawan” begitu pikirku, tapi juga ga kuasa menolak perbuatan pak Iwan. Saat aku berusaha berpikir apa yg harus dilakukan, lidahnya menyapu selangkanganku, ”Oohhhhh….pak Iwan.” aku hanya bisa mengucap namanya pelan. Berharap dia berhenti karena takut diperawani, tapi juga ingin merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. ”Aaahhhhgghhhrrh… ” lenguhanku keras saat pak Iwan ternyata melumat kemaluanku, dan menjilati kelentitku. ”Paaaakk….paaaakkk,” cuma itu yg bisa aku katakan. Sementara lidahnya terus menjilat-jilat kelentitku sambil jarinya memilin lembut puting dadaku. Ga berapa lama aku terguncang hebat, ”Pak Iwaaaaaannnn,” sambil menggigit bibir bawahku. Vaginaku berdenyut-denyut, nikmat yang tak bisa kulukiskan. Napasku tersengal-sengal. Tak terasa air mata menetes, entah karena apa.
Belakangan aku tahu itu yang dinamakan orgasme. Aku sedang meresapi orgasme pertamaku, dan pak Iwan berbisik, ”Buka matamu.” Mata kami bertatapan, dia berkata lagi, ”Mau tau rasa mekimu?” aku ga menjawab, lalu dia melumat bibirku dan menjilat-jilat lidahku. Aku merasakan rasa yang aneh, asam sedikit asin, berbeda dengan ciuman dia yang tadi. Setelah berciuman lama, dia membelai rambutku sambil mengecup kening. ”Sekarang kamu bisa bantu aku ga sayang?” katanya. Aku bingung.
”Cium putingku,” lanjutnya,
”Aaahhh” dia mendesah saat aku menuruti permintaannya. Baru aku tahu saat itu, bahwa puting laki-laki juga bisa terangsang seperti perempuan.